Minggu, 27 Maret 2016



Siapa yang tidak kenal cemilan kacang mete? Rasanya yang gurih membuat cemilan ini sebagai salah satu cemilan yang disukai. Nah, bagi yang tengah berkunjung ke kota Wonogiri, Jawa Tengah, tak afdol apabila tak membawa kacang mete sebagai oleh-oleh. Pasalnya, Wonogiri memang dikenal menghasilkan mete yang berkualitas. Adalah Bekti Rahayu, perempuan tengah baya asli Wonogiri, yang dikenal memiliki kacang mete goreng yang istimewa. Dengan merek mete Bu Dharmo Putro, kacang mete goreng hasil olahan Bekti pun siap disantap langsung oleh pembeli.

Bekti bercerita awalnya ia hanya menjual kacang mete mentah saja, tetapi sekarang di tokonya juga sudah disediakan yang digoreng. Jadi pembeli tinggal memilih saja. Harga kacang mete mentah Rp 110 ribu per kilo, sedangkan yang matang saat ini Rp 115 ribu per kilonya. Soal rasa, kacang mete Bu Dharmo Putro menawarkan sesuatu yang berbeda. Gurihnya beda dengan kacang mete lain. Istri Darsito ini mengaku bumbu yang ia gunakan sebetulnya sama saja. Tetapi mungkin cara menggoreng dan mengolah sejak dari kacang mentah yang berbeda. Ia selalu mengupas dan langsung menggoreng, hingga kacangnya jadi lebih gurih dan renyah. Selain itu, Bekti juga memilih menggoreng dengan menggunakan kayu bakar. Rasanya memang jadi lebih berbeda.


Tak mengherankan jika produksi kacang mete Bu Dharmo Putro kini bisa mencapai 4 kuintal. Pesanan rutin datang dari luar kota, seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Cirebon, Semarang, dan Bali. Tak tanggung-tanggung, kacang mete buatan Bekti ini juga sudah merambah hingga ke pasar luar negeri seperti Negeri Sakura Jepang dan Thailand. Bermula dari adik iparnya yang memiliki pasangan orang Jepang, saat datang ke Wonogiri dan mencicipi kacang mete buatannya sepertinya jadi ketagihan. Kemudian melalui bisnis biro travel khusus untuk orang Jepang, adik iparnya itu mulai memasarkan di Jakarta, dan berlanjut sampai masuk ke salah satu pasar di Jepang.

Tak hanya menawarkan kelezatan kacang mete, perempuan kelahiran Wonogiri 9 Januari 1953 ini juga mengenalkan penganan lokal lainnya. Diantaranya geti, karak, ampyang, tape ketan, emping manis, serundeng, dan sambel pecel. Semuanya diproduksi langsung. Sejak kecil Bekti memang sudah suka memasak dan sekalian diajari berdagang oleh orangtuanya. Lewat usahanya ini ia juga ingin mengenalkan dan mempertahankan cemilan tradisional Wonogiri. Salah satu penganan unik siap santap dan sekarang sudah jarang dimasak adalah cabuk wijen. Karena sudah sulit dicari, maka beberapa pelanggan yang mungkin kangen dengan cabuk wijen lalu meminta Bekti untuk membuatkan. Dan ternyata benar, cabuk wijen buatannya itu laku keras dan banyak peminatnya.


Setiap hari, Bekti memproduksi cabuk wijen hingga 150 bungkus, masing-masing seharga Rp 2 ribu per bungkus. Makanan ini serupa dengan botok atau pepes. Enaknya disantap dengan nasi. Karena memang sudah jarang yang membuatnya, maka Bekti ingin mengenalkannya kembali, sekaligus memelihara kuliner tradisional Wonogiri. Permintaan memang meningkat, terlebih bila menjelang Lebaran. Ia bisa membuat cabuk wijen sampai tiga kali lipat, dan itu pun masih sering kurang karena saking banyaknya yang mencari. Semua hasil olahan Bekti langsung dipasarkan di beberapa tempat oleh-oleh miliknya dan keempat anaknya yang tersebar di kota Wonogiri.

0 komentar:

Posting Komentar